Bersyukur dan Mengeluh

Saya teringat teori air ½ gelas yang saya dapat dari seorang teman saya saat diskusi. Ketika melihat gelas berisi air setengahnya, respon orang bisa berbeda. Satu orang melihat, “wah airnya tinggal setengah.” Yang lainnya bisa berkata, “Untunglah airnya masih ada setengah.”

Untuk satu hal, orang menyikapinya belum tentu sama. Demikian pula dalam hidup ini. Banyak orang sering merasa tidak cukup dengan penghasilannya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang banyak, ditambah harga-harga yang selalu naik. Namun ternyata, dengan penghasilan yang lebih sedikit, orang lain tetap bisa bertahan hidup.

Dulu, saya banyak belajar tentang hal ini ketika masih kuliah dan menjalani hidup sebagai anak kos. Dari jatah bulanan yang dikirimkan orangtua saya, saya seringkali masih merasa kurang untuk penuhi kebutuhan ini dan itu. Tidak jarang, jika kemudian di akhir bulan menelepon orangtua untuk meminta tambahan kiriman. Saat itu saya merasa, jatah bulanan dari orangtua saya masih sangat terbatas untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup di kota besar, seperti Surabaya. Alangkah herannya saya, ketika saya tahu, bahwa banyak teman-teman saya memenuhi kebutuhan hidupnya setiap bulan dengan uang saku jauh lebih sedikit dibanding uang bulanan saya. Ada yang setengahnya, bahkan seperempatnya. Padahal, sepertinya gaya hidup kami tak jauh beda. Saya pun meneliti kembali pengeluaran-pengeluaran saya.

Bagi sebagian orang uang 5000 rupiah barangkali tak banyak berarti, untuk membeli bensin satu liter pun sekarang tidak cukup. Namun bagi sebagian yang lain, yang untuk memperoleh uang 100 rupiah saja kesulitan, uang 5000 rupiah dapat tampak demikian besar.

Ketika kita biasa meminum air setengah gelas, lalu besoknya kita minum air satu gelas penuh, kita bisa berkata air ini lebih banyak. Atau, air ini sungguh banyak. Namun jika kondisinya dibalik, ketika biasanya minum 1 gelas penuh, lalu esoknya setengah gelas, maka kita bisa mengeluh air ini sungguh sedikit. Sungguh sedikit.

Disadari atau tidak, kebanyakan kita seringkali merasa sedih dan menderita, akibat hobi berkeluh kesah. Celah negative dan keburukan lebih mudah nampak daripada kebaikan. Keluh kesah memicu rasa pesimisme, dan rasa pesimisme memicu terjadinya kegagalan.

Sebaliknya, kesyukuran selalu memancing kita untuk melihat setiap celah positif dan kebaikan, lalu ia melahirkan rasa optimisme, dan rasa optimis mendorong keberhasilan.

Air ½ gelas sangat terasa manfaatnya bagi orang yang bersyukur, namun terlalu sedikit bagi orang yang mengeluh.

Mengeluh, tidak pernah mendatangkan manfaat. Dulu saya pernah mendapatkan sebuah masalah yang membuat saya merasa menderita beberapa lama, akibat banyak mengeluh. Ketika bapak saya menanggapi keluhan saya, “Haram hukumnya seorang mukmin berputus asa”, saya pun tersadar tentang takdir dan kekuasaan Allah. Sejak saat itu, saya berkata pada diri saya, “Banyaklah bersyukur dan Jangan mengeluh”. Kalimat ini selalu saya katakan pada diri saya, setiap mendapati masalah kemudian. Alhamdulillah, Allah selalu menambahkan nikmatnya bagi orang-orang yang bersyukur. Dengan bersyukur dan tidak mengeluh, maka masalah jauh lebih mudah teratasi. Jikalau harus mengeluh, maka lewat doa kepadaNya saja keluhan kita ungkapkan.

Ada seorang ibu dengan 9 anak. Ketika anak-anaknya mulai kuliah, bersamaan dengan pensiunnya sang suami. Disamping dari uang pensiun suami, perekonomian keluarga dibantu dengan sepetak sawah yang tidak luas. Meski demikian, mereka berhasil menyekolahkan ke 9 anaknya hingga sarjana. Ketika ditanya, “Ibu, darimana bisa menguliahkan anak-anaknya yang 9 itu hingga jadi sarjana?”

Jawabannya singkat namun dalam, “Ya dari Allah, nak?”

Seringkali kita lupa dengan kemahakuasaanNya. Setiap rejeki adalah dariNya. Dan bagiNya apapun mudah saja. Meski uang pensiun dan hasil panen sawah yang tidak banyak tampaknya demikian kecil, namun, ada saja jalan dimana Allah mengaruniakan dan mencukupkan rejeki hambaNya yang Ia kehendaki. Sungguh, hanya kepadaNya lah kita bertawakkal.

Banyak bersyukur dan jangan pernah mengeluh! Semangat!!!

Satu pemikiran pada “Bersyukur dan Mengeluh

  1. assalmu’alaikum
    pagi ini tanggal 13 sept 2008 tak sengaja ketika ana membuka blog ana yang lama di http://whypermadi.wordpress.com (sebenarnya minggu ini ana berniat untuk menghapusnya) ada seorang user yang mengatas namakan dirinya sebagai imammahdibangkit memberikan komentar yang cukup “aneh” dari apa yang ana pahami.

    melihat komentar2nya, analisa ana dia sengaja memancing umat islam untuk mengomentari apa yang ia katakan, buktinya ia mencantumkan dengan jelas alamat email yang bisa dihubungi bagi siapa saja yang mau mengomntari pendapatnya.

    Sepertinya niatan tuk menghapus belog itu secepatnya harus ana tunda untuk beberapa waktu kedepan

Tinggalkan komentar